Tentang Akademi Berbagi

AKBER SUBANG | 0 comments
Pada tahun 1922 di Jogjakarta, Ki Hadjar Dewantara mendirikan sekolah dengan nama Taman Siswa. Dengan kepedulianyang tinggi terhadap pendidikan rakyat, sangatlah layak ketika kemudian beliau diangkat sebagai Bapak Pendidikan. Tetapi adakah yang tahu alasan beliau memberi nama sekolah dengan “taman?” Di dalam cerita sejarah tidak ada penjelasan yang cukup mengenai hal ini.

Apa yang Anda bayangkan tentang taman? Sebuah tempat yang indah dan menyenangkan, semua orang bisa datang berkunjung, duduk dan menikmati suasana senang dan gembira. Satu sama lain saling bertukar sapa atau bermain bersama. Begitulah seharusnya sebuah tempat belajar. Semua orang bisa datang, belajar dengan senang, dan mendapatkan ilmu dengan gembira. Tidak ada batasan siapa yang boleh datang. Menyenangkan bukan?

Sekarang tempat belajar identik dengan sekolah. Dan sekolah identik dengan bangunan kokoh, bahkan gedung berpagar tinggi rapat, terpisah dengan dunia luar.  Seakan institusi pendidikan tidak berhubungan dengan dunia luar. Akibatnya ada bagian yang terputus antara dunia pendidikan dan dunia karya. Banyak orang yang telah menyelesaikan pendidikannya merasa kebingungan akan berkarya di mana, dalam bidang apa. Padahal biaya yang telah dikeluarkan selama bersekolah sangatlah besar. Sekolah pun semakin berjarak dengan dunia karya,  dan pendidikan tidak lagi beriringan dengan setiap perkembangan dunia luar.


Saat ini kondisi masyarakatsemakin kompetitif sehingga lebih banyak yang harus dipelajari. Hal ini mengakibatkan biaya sekolah menjadi semakin mahal dengan materi yang semakin berat. Sekolah bukan lagi sebuah “taman” yang bisa diakses semua orang.  Sekolah dengan kualitas bagus seringkali sangat mahal. Belum lagi mengenai materi yang semakin banyak dan beragam. Banyak dari kita yang ingin sukses dan menguasai semuanya, sehingga disusunlah kurikulum yang banyak dan berat. Hal inikemudian menjadi beban. Kita pun lupa bahwa setiap manusia mempunyai kemampuan yang unik dan berbeda. Penyeragaman materi dan penggunaan nilai ujian sebagai ukuran sebuah prestasi, tidak mengakomodir perbedaan  tersebut. Apakah hasilnya bisa maksimal? 


Kegelisahan saya dan mungkin juga kegelisahan banyak orang saat ini adalah adanya diskriminasi di bidang pendidikan. Padahal pendidikan adalah hak semua warga negara. Danilmu adalah bagian penting dalam kehidupan manusia, tetapi ketika ilmu tidak lagi mudah diakses bagaimana manusia Indonesia akan memiliki kehidupan yang lebih baik secara adil?

Akademi Berbagi lahir dari kegelisahan itu. Dunia social media membuat kita terhubung dan bisa berkomunikasi dengan banyak orang hebat. Hal ini membuat kita berinisiatif membuat kelas belajar gratis dengan pengajar para praktisi dan para ahli yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Sehingga kita tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga pengalaman dan wawasan. Penting bagi kita untuk mendengarkan langsung dari para pelaku agar kita sadar di dunia ini tidak ada yang instant, segala sesuatu butuh proses, waktu dan perjuangan. Keinginan untuk cepat sukses telah merusak mental bangsa ini secara sistematis dan itu membahayakan kondisi bangsa saat ini dan di masa datang.

Banyak cerita haru dan membahagiakan di Akademi Berbagi. Satu per satu murid menuliskan di twitter betapa senangnya mereka mendapatkan pencerahan dan ilmu setelah ikut kelas, atau twitter gurunya yang puas setelah mengajar dan ketagihan ingin mengajar lagi lagi dan lagi. Karena berbagi tidak pernah rugi. Bahkan ada beberapa murid yang kemudian memperoleh pekerjaan impian atau menemukan apa yang selama ini dia cari dalam berkarya. Hal-hal tersebut walaupun bukan tujuan utama Akademi Berbagi, tetapi ketika kehadiran kita memberikan manfaat buat sesama itu bahagia luar biasa dan tidak terbeli dengan materi.

Sebuah gerakan yang dimulai dari kegiatan kelas kecil, ternyata mampu memberikan kaki pada mimpimereka sehingga mimpi bukan lagi sekedar angan yang kemudian hilang, tetapi mimpi yang menginjak bumi dan berlari untuk diwujudkan menjadi karya nyata.

Di Akademi Berbagi semua orang bisa belajar, tanpa batasan. Semua punya kesempatan yang sama. Tidak ada perbedaan ekonomi, kedudukan, maupun geografis. Ini karena ilmu pengetahuan adalah hak semua warga negara.

Di Akademi Berbagi, kita tidak hanya belajar tetapi juga membangun jaringan. Sejarah membuktikan para founding father dan tokoh-tokoh pahlawan di Indonesia saling kenal satu sama lain secara personal. Networking menentukan jalannya sebuah bangsa, di bidang apapun.


AKADEMI BERBAGI
Pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2010, karena keinginan belajar pendirinya, Ainun Chomsun (@pasarsapi). Melalui jejaring twitter (social media) dia menemukan guru-guru yang mau mengajarkan ilmunya secara gratis. Guru pertamanya adalah Bapak Subiakto, CEO Hotline Advertising, yang mengajarkan kelas copywriting. Karena semakin banyak peminat dan kemudian banyak guru yang mau mengajar, maka kelas dibuat secara rutin di Jakarta.

Sosialisasi kegiatan ini hanya menggunakan social media, tetapi dampaknya luar biasa. Bukan hanya guru, untuk mendapatkan tempat belajar serta relawan juga melalui social media. Karena sederhana, semua orang bisa belajar dan mendapat manfaat yang cukup besar. Kegiatan ini kemudian diduplikasi dengan sangat cepat di berbagai wilayah. Bisa jadi banyak dari kita merindukan tempat belajar seperti taman ala Ki Hadjar Dewantara.

Akademi Berbagi adalah gerakan yang menggabungkan jaringan ONLINE dan OFFLINE. Kami berkomunikasi, sosialisasi, dan publikasi secara online. Pelaksanakan kelasnya dilakukan secara offline atau tatap muka langsung. Sekarang Akademi Berbagi menjadi sebuah platform baru gerakan pembelajaran yang menjadi pembicaraan orang, baik di media online maupun media konvensional. Suatu hari Akademi Berbagi diundang oleh Wakil Menlu Amerika Serikat yang sedang berkunjung ke Indonesia, merekaingin mendapatkan masukan tentang gerakan sosial yang memanfaatkan social media.Mereka takjub dengan semangat kerelawanan di Indonesia. Hal ini menunjukkan pada dasarnya bangsa kita adalah masyarakat yang suka menolong dan bergotong royong.


Walaupun Akademi Berbagitidak dibangun dengan mimpi yang besar, tetapi dikerjakan secara konsisten dan komitmen para relawan yang cukup besar. Saat ini Akademi Berbagi sudah menyebar luas diberbagai kota sehingga saatnya bagi kita membangun visi untuk gerakan ini.

Visi yang ingin kita bangun adalah : Akademi Berbagi menjadi sebuah wadah pembelajaran, yang menghubungkan orang-orang yang berilmu dan berwawasan dengan orang-orang yang ingin belajar dengan mudah, dan akan ada di setiap kota di seluruh Indonesia.

Bukan mimpi yang mudah, tetapi bukan hal yang mustahil.
Bayangkan jika disetiap kota ada Akademi Berbagi, dan menjadi tempat belajar, berdiskusi, dan berjaringan, maka makin banyak orang yang mempunyai akses belajar dan bisa menyelesaikan berbagai problem di kotanya.Dan setiap kota berjejaring dengan kota lainnya sehingga menjadi sebuah jaringan besar dan luar biasa. Bukan sebuah mimpi, jika kelak Akademi Berbagi bisa membuat perubahan yang signifikan di negeri ini.

Menjalankan sebuah gerakan sosial itu tidak mudah, dan semakin besar gerakan tantangan pun semakin berat. Tetapi ketika semua dilakukan dengan senang hati maka tidak ada yang susah di dunia ini. Mari sebarkan virus Akademi Berbagi, karena “berbagi bikin happy”.